UU Pilkada Belum Berikan Kepastian Hukum

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Barat menilainya Undang-Undang Pilkada belum memberi kepastian hukum, meskipun ketentuan itu konstitusional. " Ketentuan politik oleh DPR dengan kembalikan proses Pemilukada segera jadi pemilukada tak segera atau lewat DPRD, bisa jadi masih tetap kontroversial lantaran ketentuan UU MD3 tak mengaturnya pilkada diambil oleh DPRD. Sekarang ini banyak pandangan bahwa ini yaitu langkah mundur demokrasi di tingkat lokal, " terang Ketua KPU Sulbar, Usman Suhuria di Mamuju, Ahad (29/9).

Menurut dia meskipun selanjutnya seluruhnya pihak mesti menghormati putusan politik seperti sesudah disahkannya RUU Pilkada lewat DPRD, tetapi di segi lain bertentangan ketentuan yang sudah ada. Usman menyampaikan UU Pilkada serta UU MD3 dua-duanya ketentuan yang konstitusional lantaran ditetapkan oleh instansi yang konstitusional.

Tetapi demikian tuturnya, dengan ketentuan itu pasti juga masih tetap tersisa pertanyaan, terlebih tampak berlangsung gap UU Penyelenggara Pemilu dengan UU Pemilukada yang baru.

" Ini dapat satu permasalahan. UU Nomer 15 Th. 2011 mengatur susunan penyelenggara pemilu dari mulai KPU, KPU Propinsi, KPU Kabupaten/kota, sampai tingkat bawah. Lantas saat ini ada UU Pilkada yang lalu menafikan UU itu. Walau sebenarnya ke-2 UU itu yang mengambil keputusan yaitu anggota DPR periode yang sama. ini overlap. Berarti, ketentuan konstitusional tak menjawab kepastian hukum pemilu, " tuturnya.

Permasalahan yang lain untuk melindungi pemaknaan anggota DPRD dalam menggerakkan manfaat mewakili orang-orang untuk pilih kepala daerah nanti, yaitu mesti ada mekanisme yang pasti, terbuka serta bisa dipertanggung jawabkan bahwa pilihan wakil rakyat serta orang-orang yang diwakilinya yaitu berbentuk linear.

Bila itu terang kata dia, jadi manfaat perwakilan itu jadi relevan. Apabila yang berlangsung demikian sebaliknya, oleh banyak pengamat yang mencemaskan bakal terjadinya kartel politik atau oligarki jadi benar memanglah itu yang berlangsung.

Dikembalikannya Pilkada jadi hak beberapa anggota DPRD untuk pilih kepala daerah, di mana azas pemilu yang awal mulanya berbentuk partisipatif serta saat ini jadi punya beberapa elite ini pasti dibutuhkan penguatan beberapa legislator serta ini dapat jadi satu permasalahan.

" Walau demikian tujuan kita ke depan sebaiknya jadi cita cita kita berbarengan. Kita terus mesti dapat menyimpan serta meningkatkan harapan bahwa satu waktu kelak parpol serta legislator benar bisa diakui orang-orang, " tuturnya.